POS KUPANG.COM, KUPANG--Saat ini, terdapat sebelas bank perkreditan rakyat (BPR) di Nusa Tenggara Timur. Bahkan sudah ada lagi tambahan usulan dua BPR. Bank-bank yang ada semuanya sehat.   

Hal ini dikatakan oleh Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Propinsi NTT, Winter Marbun ketika ditemui di ruang kerjanya, Selasa (20/5/2014) siang.  Meski demikian kata Marbun, OJK terus memberi perhatian terhadap lembaga yang menyediakan jasa keuangan, termasuk BPR ini agar tidak menjadi bank yang gagal.

Marbun mengatakan, khusus untuk BPR, perlu pembenahan lagi seperti  peralatan  komputer dan terus meningkatkan sumber daya manusia (SDM) karyawan. Total aset BPR di wilayah NTT kata dia, meningkat sebesar 33 persen dibanding tahun sebelumnya dan total kredit yang disalurkan meningkat 40 persen dibanding tahun sebelumnya.

"Data ini memberi bukti kalau BPR di wilayah ini tergolong sehat," katanya. Menurut Marbun, kehadiran OJK di daerah termasuk Kantor OJK Propinsi NTT bertujuan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada sektor jasa keuangan di daerah. Prioritas OJK di daerah adalah memberikan edukasi bagi perusahaan jasa keuangan.

"Supaya mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, pelayanan jasa keuangan harus sehat. Untuk itu, cara yang dilakukan OJK adalah mengawasi dan mengatur aktivitas jasa keuangan dan memberi edukasi kepada masyarakat supaya bisa memiliki jasa keuangan yang sehat baik terhadap BPR, bank umum, perusahaan pembiayaan (finance) dan asuransi," kata Marbun.

Sebelumnya diberitakan (Pos Kupang, 17/5/2014), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah melikuidasi 55 Bank Pembangunan Rakyat (BPR) dari 2006 sampai dengan 2013. Mengenai hal ini LPS mengatakan bahwa sebagian besar karena kecurangan dan konflik di antara manajemen  bank yang bersangkutan. "Kebanyakan karena konflik dengan manajemen, jadi ada indikasi pencurian dan penipuan, makanya diserahkan ke LPS," kata Ahli Bidang Kebijakan Strategis dan Penanganan Bank LPS, Poltak L Tobing di Jakarta, Jumat (16/5/2014).

Ia menambahkan bahwa selama ini memang BPR tidak selalu patuh terhadap ketentuan untuk mengumumkan LPS Rate dan maksimum nilai simpanan yang dijaminkan LPS.
Hal Ini bisa memengaruhi modal BPR jika  dananya ditujukan ke nasabah dengan bunga yang tinggi, sedangkan nasabah tidak mengetahui bunga dan simpanan yang dijaminkan dalam LPS rate.