Kupang - Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional Arif Budimanta mengungkapkan, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dapat menjadi tulang punggung (backbone) pembangunan desa. Wilayah operasional dan keberadaannya hingga ke desa-desa sangat strategis untuk mendukung pengembangan wilayah pinggiran.

Saat ini, kata Arif, jumlah BPR seluruh Indonesia mencapai 1.633 unit, ditambah lagi dengan BPR yang beroperasi dengan sistem syariah ada 166 unit. Sedangkan jumlah bank umum hanya 116 unit.

"Ini peluang besar yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah karena daya jangkau BPR yang sampai pelosok," ujar Arif dalam keterangan tertulis, Selasa (24/10/2017).

Arif mengatakan itu usai menjadi pembicara pada acara yang digelar oleh Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) di Kupang, Nusa Tenggara Timur, hari ini.

Posisi strategis BPR ini, katanya, dapat dimanfaatkan oleh pemerintah, misalnya terkait dengan penyaluran kredit usaha rakyat (KUR). BPR dapat menjadi saluran (channeling), bekerja sama dengan bank penyalur yang telah ditetapkan.

Dengan cara seperti itu, kualitas penyaluran akan lebih tepat kepada penerima yang berhak lantaran posisi BPR yang lebih dekat dengan nasabah kecil.

Selain itu, BPR juga akan sangat berperan dalam pengembangan usaha kecil sebelum naik kelas. Dengan bantuan BPR sebagai mata-rantai penyaluran modal, dapat menjadi langkah awal usaha kecil menjadi layak perbankan (bankable).

Untuk mendukung itu semua, Arif menyarankan agar BPR didukung oleh teknologi keuangan (finansial technology/fintech), sehingga kinerja operasionalnya dapat lebih efisien. Selain itu, dalam posisi sebagai channel dari bank umum maupun program pemerintah lainnya, lebih mudah terkontrol.

"Untuk pengembangan fintech ini, mengingat biayanya yang mahal, Perbarindo sebagai organisasi dalam menginisiasi," ungkapnya.

Pentingnya mendorong kualitas peran dan pertumbuhan BPR ini, Arif menyampaikan bahwa hasil kajian KEIN menyebutkan setiap 1 persen pertumbuhan kredit BPR berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 0,01 persen. Sebaliknya, kredit BPR berpeluang tumbuh 1,2 persen dari setiap pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 1 persen.

"Ini menunjukkan bahwa peran BPR bagi perekonomian lokal sangat strategis. Kami berharap pemerintah mempertimbangkan agar ikut mendorong perkembangan lembaga keuangan tersebut," papar Arif.

Dukungan pemerintah tersebut bukan hanya melibatkan BPR dalam program-program pemerintah, tetapi juga dukungan regulasi. Dia menegaskan, jangan sampai BPR yang memiliki keterbatasan infrastruktur dan modal dibiarkan head-to-head dengan lembaga keuangan besar yang aksesnya dibuka selebar-lebarnya di wilayah operasi BPR.

Sejatinya, lanjut Arif, lembaga keuangan besar seperti bank umum dapat menjadikan BPR sebagai mitra. "Dalam konteks ini, peran otoritas jasa keuangan (OJK) menjadi sangat penting," katanya. (ega/hns)